Mengapa Ronald Koeman Ditakdirkan untuk Gagal di Barcelona

Ronald Koeman gagal memenuhi impiannya di Barcelona
Ronald Koeman gagal memenuhi impiannya di Barcelona / Getty Images
facebooktwitterreddit

Barcelona akhirnya mengambil keputusan untuk memecat Ronald Koeman. Pelatih asal Belanda itu kehilangan jabatannya setelah Barca mendapat kekalahan 0-1 dari Rayo Vallecano. Kondisi ini membuat Blaugrana semakin jauh dari posisi empat besar La Liga, dan juga kesulitan untuk lolos ke Liga Champions.

Koeman kembali ke Camp Nou untuk mewujudkan mimpinya melatih klub tersebut. Walau berstatus sebagai legenda klub, pengorbanan besar harus dilakukan Koeman, mengingat ia masih menjabat sebagai pelatih utama Timnas Belanda ketika tawaran diberikan kepadanya.

Meskipun mampu mewujudkan mimpinya, kondisi di Barcelona dapat disebut membuat Koeman ditakdirkan untuk gagal sebagai pelatih. Kali ini kami akan membahas mengapa Koeman tidak dapat meraih kesuksesan dalam karier kepelatihannya dengan Barca.


4. Krisis Finansial Barcelona

Lionel Messi
Krisis finansial berujung dengan hengkangnya Lionel Messi dari Barcelona / Eric Alonso/GettyImages

Ronald Koeman memulai karier kepelatihannya di Barcelona pada musim 2020/21, menggantikan posisi Quique Setien. Periode tersebut menjadi ‘awal’ dari krisis finansial yang melanda di Camp Nou. Kebijakan rekrutmen yang tidak mempertimbangkan kondisi finansial klub memberi permasalahan yang signifikan.

Menurut data dari Transfermarkt, Barca mengeluarkan biaya 943,5 juta Euro untuk transfer pemain sejak musim 2017/18 (periode 5 tahun, sesuai dengan standar jangka panjang dalam pencatatan finansial). Sepanjang periode tersebut, mereka hanya dapat mencatatkan penjualan pemain dengan total 737,25 juta Euro.

Berdasarkan data tersebut, Blaugrana dapat disebut mencatatkan keuntungan yang signifikan dari transfer pemain (masuk dan keluar). Tetapi permasalahan tersebut tetap membuat mereka memiliki nilai utang yang tinggi. Pada Agustus lalu, hasil pemeriksaan keuangan menyatakan bahwa Barca memiliki utang 1,35 miliar Euro.

Joan Laporta, yang kembali untuk menjadi Presiden menggantikan Josep Maria Bartomeu, menyoroti pengeluaran gaji yang tinggi. Faktor ini juga menjadi penyebab Lionel Messi hengkang ke PSG dengan status bebas transfer pada bursa transfer musim panas lalu.

“Gaji pemain memberi beban sebesar 103% kepada pendapatan total klub. Nilai tersebut lebih tinggi 20 hingga 25% dari klub-klub lainnya. Kami berada dalam kondisi yang sulit untuk melakukan negosiasi terhadap kontrak pemain,” ucap Laporta dikutip dari AP.

Selain itu, Barca juga mencatatkan kerugian 481 juta Euro, utang 390 juta Euro yang berkaitan dengan gaji pemain, lebih dari 670 juta Euro utang kepada bank, dengan kerugian terkait keanggotaan klub sebesar 40 juta Euro, dan 91 juta Euro berkaitan dengan COVID-19.

Krisis finansial ini membuat Barcelona tidak berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk merekrut pemain yang mereka butuhkan untuk meningkatkan kualitas skuad.


3. Juara Copa del Rey Seakan Tidak Bermakna

Ronald Koeman
Gelar juara Copa del Rey tidak membuat Ronald Koeman lepas dari sorotan buruk / BSR Agency/GettyImages

Walau datang dalam kondisi yang tidak ideal (skuad yang perlu penyegaran, krisis finansial, tekanan politik di dalam klub), Ronald Koeman mampu menutup musim 2020/21 dengan gelar juara Copa del Rey. Tetapi Barca juga menjalani musim tersebut dengan berbagai kegagalan.

Atletico Madrid, secara mengejutkan, mendapat titel La Liga kedua mereka di bawah asuhan Diego Simeone. Blaugrana juga tersingkir dari Liga Champions, dengan kekalahan agregat 2-5 dari PSG. Pada babak 16 besar kompetisi itu, Barca mendapat kekalahan 1-4 dari Les Parisien pada leg pertama, dan hanya mampu bermain imbang 1-1 pada leg kedua.

Barca juga tidak dapat disebut tampil konsisten sepanjang musim tersebut. Skema permainan dan taktik yang digunakan oleh Koeman sering mengundang kritik. Tekanan tinggi datang jelang akhir musim, ketika timnya gagal meraih kemenangan kontra Granada, Levante, dan Celta Vigo, yang membuka jalan bagi Atleti untuk mendapatkan gelar juara.

Pada akhirnya gelar Copa del Rey tidak cukup bagi Barca, yang selalu memiliki ekspektasi, baik dari manajemen klub maupun suporter.


2. Kembalinya Joan Laporta

Florentino Perez, Joan Laporta
Joan Laporta (kiri) menyaksikan langsung kekalahan Barcelona dari Real Madrid / Soccrates Images/GettyImages

Krisis di dalam dan luar lapangan membuat tekanan bagi Josep Maria Bartomeu dan direksinya terus meningkat. Protes keras dari suporter Barca berujung dengan pengunduran diri Bartomeu, dan kembalinya Joan Laporta sebagai Presiden. Proses pemilihan juga memberi tekanan tinggi bagi Ronald Koeman.

Seluruh calon yang berpartisipasi memiliki visi mereka terkait sosok yang tepat untuk menjadi pelatih. Koeman sama sekali tidak dipertimbangkan. Laporta, yang terpilih menjadi Presiden, disebut memiliki minat untuk mendatangkan Julian Nagelsmann. Namun ia sudah menerima tawaran dari Bayern Munchen.

Selain itu, Xavi, legenda Barcelona yang saat ini melatih Al Sadd, juga disebut memiliki potensi tinggi untuk menggantikan Koeman. Tetapi mantan pemain Timnas Spanyol itu menjadi nama yang diusung oleh salah satu calon kandidat Presiden Barcelona, Victor Font.

Keadaan itu disebut memberi tambahan waktu bagi Koeman. Laporta tidak mengambil langkah untuk mendekati Xavi akibat faktor tersebut, paling tidak ketika masih ada peluang, walau minim, bagi Koeman untuk membangkitkan tim yang dilatihnya sejak musim panas 2020 lalu.

Laporta hanya sekali memberikan dukungan secara publik kepada Koeman. Komentar Laporta jelang pertandingan kontra Atletico Madrid, yang berakhir dengan kekalahan 0-2, juga tidak dapat disebut meyakinkan.

“Ronald Koeman akan dipertahankan sebagai pelatih Barcelona. Kami rasa ia pantas mendapat kepercayaan karena beberapa faktor. Kami paham reaksi negatif akibat hasil yang tidak memuaskan, tetapi saya meminta para suporter untuk mendukung pelatih, karena ia pantas mendapatkannya,” ucap Laporta kepada wartawan.

Faktor finansial dapat disebut sebagai alasan Koeman bertahan lebih lama dari dugaan. Menurut laporan dari Sport, manajemen Barcelona perlu mengeluarkan biaya 12 juta Euro, setelah memecat Koeman lebih cepat dari kontrak yang seharusnya berakhir pada akhir musim ini.


1. Akhir dari Messidependencia dan Permainan Murni Barcelona

Luuk de Jong
Kedatangan Luuk de Jong memperlihatkan kesulitan Barcelona mempertahankan tradisi permainan mereka / Denis Doyle/GettyImages

Kegagalan Barcelona mempertahankan Lionel Messi meningkatkan tekanan dan krisis di Camp Nou pada musim ini. Memphis dan Sergio Aguero yang didatangkan untuk memperkuat lini depan juga mendapat kesulitan untuk masuk ke dalam skuad, sebelum klub memangkas pengeluaran gaji.

Jelang akhir bursa transfer musim panas, Barca memberi kejutan dengan melakukan rekrutmen yang pantas disebut aneh. Antoine Griezmann kembali ke Atletico Madrid, dengan status pinjaman, dan memberi kerugian finansial secara signifikan. Sebagai pengganti, Luuk de Jong didatangkan dari Sevilla sebagai pinjaman.

Kedatangan de Jong juga membuat Koeman mendapat kritik yang semakin keras, terutama terkait skema permainan yang digunakan. Pelatih asal Belanda itu beberapa kali menggunakan formasi 3-5-2 dan 4-2-3-1 membuatnya dikritik oleh berbagai pihak yang menganut tradisi penggunaan 4-3-3 dan taktik yang selama ini menjadi ciri khas Johann Cruyff dan Pep Guardiola.

Messidependencia, ketergantungan terhadap Lionel Messi, sudah berakhir. Barcelona, dan siapapun yang menjadi pelatih baru secara permanen, harus kembali memberi kepercayaan kepada pemain-pemain berpotensi dari La Masia. Itu menjadi satu-satunya cara bagi Barcelona untuk kembali ke prinsip permainan yang selama ini mereka puja.