Bagaimana Erik ten Hag Dapat Membangkitkan Manchester United
Oleh Dananjaya WP
Keterpurukan yang dirasakan oleh Manchester United sejak 2013 (setelah Sir Alex Ferguson pensiun) membuat suporter klub itu merasa kesal, terutama ketika melihat pesaing-pesaing mereka di tingkat domestik hingga kontinental meraih kesuksesan di berbagai kompetisi.
Sejak akhir musim 2012/13, Man United selalu gagal meraih titel Liga Inggris. Kesuksesan hanya diperoleh dalam kompetisi Piala FA (2015/16), Piala Liga (2016/17), dan Liga Europa (2016/17). Berbagai aspek disebut membuat United tertinggal dibandingkan dengan pesaing mereka.
Potensi kedatangan Erik ten Hag sebagai manajer baru musim depan diharapkan dapat membangkitkan klub yang bermarkas di Old Trafford itu. Kali ini 90min Indonesia akan menjelaskan beberapa aspek prioritas yang harus diperkatikan ten Hag dan pihak klub agar Manchester United dapat bangkit.
4. Memperbaiki Kultur di Ruang Ganti
Suasana ruang ganti yang kondusif menjadi salah satu faktor penting yang dapat menentukan kesuksesan sebuah tim. Apakah ini menjadi satu-satunya kekurangan Manchester United dalam sembilan tahun terakhir? Tentu saja tidak. Tetapi permasalahan di aspek ini tidak dapat dianggap remeh.
Pada Januari lalu, Sky Sports mengabarkan adanya perpecahan di ruang ganti MU menjadi kelompok yang diisi pemain-pemain yang berpengaruh. Kabar seperti ini bukan hal yang mengejutkan. Ruang ganti sebuah tim yang terbagi menjadi beberapa kelompok pemain adalah hal yang lazim.
Namun kabar dari Sky Sports memberi sorotan terhadap adanya dugaan pemain yang memberi bocoran terhadap suasana yang tidak kondusif di dalam ruang ganti. Hal seperti ini dapat terjadi akibat adanya pemain (atau beberapa) yang tidak puas dengan waktu bermain yang diterimanya atau situasi secara keseluruhan.
Erik ten Hag akan mendapat tugas yang berat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Informasi dari ruang ganti sulit dicegah untuk dibocorkan ke pihak eksternal. Tetapi ten Hag harus berusaha keras agar pemain-pemain yang ada di dalam ruang gantinya berada dalam kondisi yang membuat risiko itu menurun ke titik serendah mungkin.
3. Memanfaatkan Pemain yang Masih Dapat Dibangkitkan Kariernya
Kritik sudah sangat sering diarahkan kepada pemain-pemain Manchester United yang tampil inkonsisten. Kata inkonsisten bahkan pantas disebut sebagai gambaran MU dalam sembilan tahun terakhir. Terdapat kesulitan yang signifikan dalam berbagai poin penting dalam sebuah musim untuk membangun momentum, ketika pemain-pemain yang diharapkan bersinar justru tidak dapat memberi kontribusi yang diinginkan.
Manajemen MU, yang kini diisi oleh John Murtough dan Darren Fletcher, patut mendukung Erik ten Hag dalam upaya melakukan restrukturisasi skuad. Ketiganya harus bekerja sama untuk menentukan pemain-pemain yang masih dapat dimanfaatkan di dalam tim. Mengambil keputusan yang tepat dalam aspek ini dapat memberi dampak yang luar biasa.
Ten Hag dan staff kepelatihannya membutuhkan waktu untuk memperoleh informasi terkait pemain-pemain yang ada dan diwariskan oleh Ralf Rangnick (dan Ole Gunnar Solskjaer sebelumnya). Input dari Rangnick juga dapat menjadi faktor yang berharga untuk menghemat waktu yang dibutuhkan dan mengambil keputusan yang tepat.
Rangnick datang ketika tim sedang berada dalam kondisi yang buruk. Walau keadaan belum dapat disebut membaik ke titik yang diharapkan, sisi positif yang dapat dipetik adalah pengetahuan Rangnick mengenai kondisi skuad tersebut secara keseluruhan.
Data, statistik, hingga teknologi untuk melakukan analisis yang tepat terus berkembang pesat dalam dunia sepak bola. Ten Hag akan mendapat akses mengenai data dengan detail yang komplet. Keputusan tepat harus diambil untuk membangun struktur tim dengan kombinasi yang seimbang antara kemampuan dan kepemimpinan.
Kekalahan 0-4 dari Liverpool di Anfield akan menjadi momen yang penting bagi ten Hag untuk melakukan evaluasi. Tim yang tertahan dalam periode transisi yang terlalu lama kadang membutuhkan beberapa kekalahan besar sebelum dapat bangkit.
2. Merekrut Pemain dengan Rencana yang Jelas
Berdasarkan data yang dihimpun dari Transfermarkt, Manchester United sudah mengeluarkan dana sebesar 1,2 miliar Paun sejak 2013. Klub yang bermarkas di Old Trafford mendatangkan 45 pemain, secara permanen, pinjaman, hingga bebas transfer. Tanpa menggunakan bantuan Google, berapa pemain yang dapat Anda ingat yang merasakan kesuksesan sejak pindah ke MU?
Sebagian besar dari Anda mungkin tidak dapat mengingat banyak pemain. Bruno Fernandes, Nemanja Matic, Sergio Romero, dan Ander Herrera, menjadi empat pemain yang pantas disebut menunjukkan performa yang konsisten setelah direkrut. Sisanya memiliki rekam jejak yang beragam sepanjang karier mereka dengan Setan Merah.
Memberi kritik terhadap performa pemain adalah hal yang mudah untuk dilakukan, dan sudah sering terjadi. Sorotan juga pantas diberikan terhadap kebijakan rekrutmen secara keseluruhan, dan bukan hanya terkait pemain yang didatangkan. Rekrutmen sepatutnya dilakukan dengan perencanaan yang jelas.
Bagaimana pemain yang direkrut dapat dimanfaatkan secara maksimal? Apakah tim yang sudah ada dapat memaksimalkan potensi dari pemain yang direkrut? Apakah pemain yang akan didatangkan dapat berbaur di dalam ruang ganti?
Pertanyaan-pertanyaan itu harus dapat dijawab sebelum memutuskan untuk memilih pemain yang dapat didatangkan. Sebuah klub dengan kekuatan finansial seperti Manchester United seharusnya dapat melakukan rekrutmen dengan lebih efektif. Mereka memiliki struktur pemantauan pemain yang ideal untuk memenuhi tujuan ini.
1. Lupakan Konsep DNA Manchester United
Ketika sedang mendapat kesulitan di dalam lapangan, kata-kata ‘DNA Manchester United’ sering dibicarakan di media. Kehadiran legenda seperti Gary Neville, Paul Scholes, hingga Rio Ferdinand dalam berbagai saluran televisi hingga media tertulis meningkatkan sorotan terhadap kata-kata tersebut.
Tetapi hingga kini, tidak ada yang dapat menjelaskan definisi ‘DNA Manchester United’. Dikutip dari Goal, Rio Ferdinand memandang bahwa istilah itu digunakan untuk menggambarkan mentalitas pemenang dan sikap menolak merasa puas di zona nyaman. Keberanian dan niat untuk mengambil risiko, ditambah dengan prioritas terhadap sikap dibandingkan bakat pemain sebagai prioritas untuk membangun tim.
Aspek yang dijelaskan oleh Ferdinand sangat sulit digunakan untuk membangun tim. Apakah sikap seorang pemain penting? Tentu. Tapi hal itu seharusnya tidak digunakan sebagai dasar untuk membangun ekspektasi terhadap manajer hingga pemain yang ada di MU.
Sepak bola sudah menjalani perkembangan pesat yang meningkatkan kualitas dari persiapan sebuah tim, mulai dari sesi latihan hingga inovasi taktik. DNA hingga identitas adalah hal yang dapat dikembangkan sebuah tim seiring dengan berjalannya waktu, dan tidak pantas digunakan sebagai dasar untuk membangun tim yang bersaing di tingkat teratas dunia sepak bola.