5 Alasan Mengapa Liverpool Tidak Dapat Aktif Pada Bursa Transfer Musim Panas 2020
Oleh Dananjaya WP
Liverpool menjadi salah satu klub besar Liga Inggris yang mendapatkan sorotan tinggi sepanjang bursa transfer musim panas yang saat ini sedang berlangsung. Klub yang bermarkas di Anfield itu mendapatkan ekspektasi untuk mendatangkan pemain-pemain baru. Penurunan performa pada paruh kedua musim 2019/20 meningkatkan sorotan terkait kedalaman skuat The Reds.
Meskipun mendapatkan gelar juara Liga Inggris pada musim 2019/20 dan Liga Champions pada 2018/19, Liverpool baru mendatangkan Konstantinos Tsimikas dari Olympiacos. Walau cukup lama dikaitkan dengan Thiago Alcantara dari Bayern Munchen, tim asuhan Jurgen Klopp itu belum dapat melakukan rekrutmen pemain yang mereka inginkan.
Berikut adalah lima alasan mengapa Liverpool tidak (belum) dapat aktif pada bursa transfer yang saat ini sedang berlangsung.
5. Kekurangan Pendapatan dari Penjualan Pemain
Penjualan pemain adalah bagian penting dari aspek operasional sebuah klub, dalam upaya untuk memperoleh pendapatan. Hal ini juga berlaku bagi klub-klub besar Liga Inggris, tak terkecuali Liverpool. Aspek ini menjadi salah satu kekurangan bagi klub tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Philippe Coutinho memang dilepas ke Barcelona pada Januari 2018 dengan nilai transfer 105 juta Pound, yang dapat meningkat menjadi 142 juta Pound, tetapi secara umum pemain-pemain yang dilepas dijual dengan nilai relatif rendah. Dalam tiga tahun terakhir, Liverpool mencatatkan keuntungan sebelum pajak senilai 207 juta Pound dari penjualan pemain, seluruh keuntungan tersebut diarahkan ke pengeluaran yang harus dibayar.
4. Nilai Gaji Pemain yang Tinggi
Gaji pemain menjadi salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan ekspektasi dan tingkat retensi pemain. Sejak 2017, Liverpool sudah mengeluarkan biaya sebesar 782 juta Pound untuk gaji pemain. Sepanjang periode tersebut, mereka sudah mendapatkan titel Liga Inggris, Liga Champions, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antar Klub.
Pemain-pemain yang mereka miliki dapat direkrut dan dipertahankan dengan gaji yang menarik untuk mereka. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan kualitas performa di dalam lapangan. Walau demikian, seiring dengan berjalannya waktu, hal ini juga dapat memberi pengaruh terhadap kemungkinan untuk merekrut pemain-pemain baru.
Pandemi Covid-19 juga membuat pihak klub harus mengutamakan keberlangsungan operasional klub. Liverpool sudah mendapatkan kritik ketika sempat merumahkan staff dengan memanfaatkan kebijakan Pemerintah Inggris. Memotong gaji pemain untuk merekrut pemain baru juga akan membuat manajemen kembali mendapat sorotan negatif.
3. Aktivitas Transfer Tinggi Sejak 2016
Aktivitas transfer yang tinggi terkait rekrutmen pemain sudah dilakukan Liverpool sejak 2016. Selain biaya yang tinggi, aspek lain yang patut mendapatkan sorotan adalah amortisasi pemain. Sebuah klub tidak langsung mencatat keseluruhan pengeluaran ketika merekrut pemain.
Biaya dicatatkan berdasarkan durasi kontrak mereka. Misalnya seorang pemain direkrut dengan nilai 50 juta Pound dengan kontrak lima tahun, maka pencatatan dilakukan dengan memasukkan pengeluaran sebesar 10 juta Pound setiap tahun hingga akhir kontraknya (atau apabila pemain dijual). Apabila kontrak sang pemain diperpanjang, maka amortisasi membuat pencatatan pengeluaran dapat diperpanjang.
Sejak 2016, Liverpool mencatatkan peningkatkan amortisiasi sebesar 73%, dari 65 juta Pound, menjadi 112 juta Pound. Aspek ini menjadi gambaran dari peningkatan pengeluaran yang dilakukan untuk mendatangkan pemain-pemain baru.
2. Ekspansi Stadion dan Markas Latihan
Pengeluaran yang dilakukan sebuah klub tidak hanya berkaitan dengan transfer pemain atau biaya operasional lainnya. Investasi jangka panjang juga dapat dilakukan dengan ekspansi kapasitas stadion dan/atau membangun markas latihan baru. Liverpool menjadi salah satu klub Liga Inggris yang melakukan ini.
Liverpool tercatat mengeluarkan biaya sebesar 90 juta Pound dalam pengeluaran modal (capital expenditure / CAPEX) dalam tiga tahun terakhir. Ekspansi kapasitas penonton di Anfield dan pembangunan markas latihan baru (Kirkby) membuat mereka menjadi tim enam besar Liga Inggris dengan pengeluaran tertinggi dalam aspek ini (tertinggal jauh dari Tottenham Hotspur yang mengeluarkan 1 miliar Pound untuk membangun stadion baru).
1. Utang Transfer yang Tinggi
Kembali menyentuh poin terkait pengeluaran untuk transfer pemain, patut diingat klub secara umum tidak membayar pengeluaran transfer secara langsung. Menggunakan jasa lembaga keuangan atau menyepakati cicilan adalah hal yang lumrah untuk dilakukan, terutama untuk melakukan rekrutmen bernilai tinggi.
Pada 2019, utang yang dimiliki Liverpool terkait rekrutmen pemain tercatat pada angka 167 juta Pound. Sementara piutang transfer pemain yang dijual berada pada angka 108 juta Pound.
Walau berada dalam kondisi yang aman dari risiko sanksi dari UEFA (Asosiasi Sepakbola Eropa), aspek ini (dan keempat poin lainnya) dapat memberi gambaran terkait mengapa pihak klub tidak dapat aktif pada bursa transfer yang saat ini sedang berlangsung.