5 Bekas Tim Top dengan Penurunan Paling Drastis Selama Beberapa Dekade Terakhir
Oleh Ignatius Rieza
Perjalanan nasib memang tidak ada yang tahu, itu yang bisa dikatakan untuk kehidupan manusia, dan juga, klub sepakbola. Satu masa kita bisa berada di atas, namun kemudian terjerembab jauh ke dalam keterpurukan. Setidaknya, itu yang bisa dikatakan untuk beberapa klub sepakbola yang akan kita bahas.
Meskipun tidak semua dari klub di daftar ini pernah meraih gelar, namun, mereka pernah menjadi klub terpandang di masanya. Beberapa bahkan pernah merajai Eropa. Akan tetapi, roda nasib tidak begitu ramah kepada mereka saat ini. Masalah finansial, inkonsistensi, serta berada di jurang degradasi menjadi santapan mereka sehari. Berikut kami rangkum enam di antaranya.
1. Nottingham Forest
Penggemar sepakbola Inggris pastinya mengetahui betapa legendarisnya tim satu ini. Klub yang didirikan pada tahun 1865 ini sempat merajai Eropa dan Inggris di pertengahan tahun 1970an. Di bawah arahan manajer legendaris, Brian Clough, Forest sukses meraih gelar Piala Eropa (Liga Champions) selama dua musim beruntun, yakni pada 1978/79 dan 1979/80. Sedangkan di kancah domestik, mereka menjadi kampiun First Division (Liga Primer) pada 1977/78.
Sayangnya, kisah sukses Forest sudah tidak lagi terdengar. Pasca meraih gelar terakhir mereka, yakni League Cup musim 1989/90, penampilan mereka tidak pernah lagi mencapai puncak. Sempat terdegradasi kala menempati posisi buncit di liga pada musim 1996/97, Forest sempat kembali lagi ke Liga Primer setelah menjuarai Divisi I (Championship/kasta kedua) musim 1997/98.
Namun, di musim Liga Primer 1998/99 mereka lagi-lagi duduk di posisi ke-20, dan kembali terdegradasi. Mereka belum juga mampu kembali ke Liga Primer hingga saat ini, dan bahkan sempat makin terpuruk di Divisi III antara tahun 2005 hingga 2008. Kini, The Tricky Trees masih bermain di Championship, dan nampaknya tidak akan kembali ke Liga Primer dalam waktu dekat.
2. AC Parma
Meskipun tidak pernah menjuarai Serie A, Parma merupakan salah satu tim yang cukup disegani di Italia pada masa kejayaan mereka, yakni di era 1990an. Bahkan di musim 1990/91, yang menjadi musim pertama mereka pasca promosi dari Serie B, I Crociati langsung mengakhiri musim di posisi ke-6 klasemen Serie A.
Selama satu dekade di periode tersebut, Parma menikmati masa-masa emas. Hingga musim 1999/00, Parma selalu berada di posisi enam besar. Diperkuat nama legendaris seperti Hernan Crespo, mereka juga memenangkan sejumlah gelar bergengsi seperti dua UEFA Cup (94/95, 98/99), Piala Super Eropa (1993/94) dan tiga Piala Italia (1991/92, 1998/99, 2001/02).
Penurunan klub dimulai pada tahun 2004, setelah klub mengalami masalah finansial. Hal itu mempengaruhi penampilan para pemain yang membuat Parma hanya mengakhir musim 2004/05 di posisi ke-17, terendah sepanjang keikutsertaan mereka di Serie A. Pada musim 2007/08, Parma pun terdegradasi ke Serie B setelah hanya mampu duduk di peringkat ke-19.
Meskipun langsung kembali ke Serie A pada 2009/10, penampilan Parma tetap inkonsisten kendati sempat duduk di posisi ke-6 musim 2013/14. Masalah finansial yang terus menerpa, berujung kebangkrutan yang menjadi malapetaka. Ketidakmampuan klub membayar utang dan gaji pemain, membuat Parma diturunkan ke Serie D pada 2015/16.
Kini Parma memang sudah kembali ke Serie A sejak 2018/19 silam, namun mereka jelas bukan klub yang sama. Mengakhiri musim tersebut di posisi ke-14, mereka kini duduk di posisi ke-9 Serie A 2019/20 sebelum musim dihentikan karena COVID19.
3. Leeds United
Saat ini, Leeds memang sedang menjadi pehatian seiring dengan mereka yang berada di ambang promosi kembali ke Liga Primer Inggris setelah 10 tahun absen. Namun jika menilik di masa lampau, ironis melihat realita bahwa Leeds pernah menjadi tim yang ditakuti di Inggris pada periode 1970an hingga 1990an.
Sejak promosi dari Divisi II pada 1964/65, Leeds langsung menerjang Divisi I (Liga Primer). Mereka pun mencicipi gelar juara pada musim 1968/69, gelar yang sama nantinya akan mereka raih pada 1973/74 dan 1991/92. Perjalanan mereka di Liga Primer pun cukup konsisten, kendati empat kali terpeleset ke posisi di atas 10 besar, Leeds jauh lebih sering menghuni posisi lima besar. Setidaknya hingga 2003/04, musim ketika mereka terpuruk di posisi ke-19 dan harus terdegradasi.
Momen itu menjadi periode kejatuhan Leeds, mereka sempat makin tenggelam kala turun ke League One (Divisi III) selama tiga musim antara 2007 hingga 2010.
Kini bersama mantan manajer Lazio, Marcelo Bielsa sejak 2017/18, The Whites menunjukkan perkembangan signifikan. Pasca finish di posisi ke-3 Championship musim 2018/19, mereka saat ini menjadi kandidat kuat untuk promosi kembali ke Liga Primer.
4. Deportivo La Coruna
Sempat mendapat julukan Super Depor, sudah menjadi bukti betapa diseganinya klub ini di masa lampau, terutama di masa keemasan mereka di periode 1990an hingga 2000an.
Semenjak kembali ke La Liga di musim 1991/92, mereka mampu mengakhiri musim di posisi kedua sebanyak empat kali, posisi ketiga sebanyak empat kali, mereka juga sukses meraih gelar La Liga pertama, dan terakhir di musim 20001/02. Di kancah Eropa, mereka bertarung di Liga Champhions selama lima musim beruntun. Bahkan mereka mencapai semifinal di tahun 2004, sebelum tumbang di tangan tim yang kemudian juara, FC Porto.
Konsistensi mereka yang selalu bersaing di papan atas, yang membuat julukan Super Depor melekat. Apalagi mereka memiliki catatan impresif kala menjadi satu-satunya tim yang tidak bisa dikalahkan di kandang oleh Real Madrid, dengan total 18 laga selama periode 1992 hingga 2011.
Musim 2010/11 menjadi awal kejatuhan Depor, kala mereka hanya mampu finish di posisi ke-18, dan terdegradasi ke Segunda Division. Musim-musim berikutnya menunjukkan kurva yang inkonsisten dengan Depor kerap naik turun dari Segunda Division ke La Liga, namun sejak 2018/19, mereka kembali menghiasi divisi kedua, dan mengingat saat ini mereka ada di posisi ke-19, fans harus sabar jika ingin melihat Branquiazuis kembali ke level teratas.
5. Hamburg SV
Hamburg pernah memiliki cerita manis di Eropa, tepatnya di musim 1982/83. Tidak seperti Hamburg di era 2010an, Der Dino merupakan tim yang disegani di era 1980an. Berstatus juara Bundesliga 1981/82, Hamburg melaju ke final tanpa masalah dengan menaklukkan beberapa tim tangguh, seperti Olympiakos, Dynamo Kiev, dan Real Sociedad.
Di final, mereka menghadapi lawan berat kala menantang raksasa Serie A, Juventus. Namun, satu gol dari Felix Magath, cukup untuk membawa anak asuh Ernst Happel meraih gelar juara. Prestasi Happel makin lengkap karena di musim tersebut, dia juga membawa Hamburg memenangkan Bundesliga.
Namun, status Hamburg sebagai tim yang tidak pernah terdegradasi resmi berakhir di akhir musim 2017/18 ketika mereka terdegradasi ke Bundesliga 2. Hamburg saat ini punya kesempatan kembali ke Bundesliga, mengingat mereka sedang duduk di posisi ke-3 klasemen sementara, dan bisa menjalani play-off jika mampu mepertahankan kedudukan.